Ads 728x90px


Cerita Ng3ntot : Sensasi Sama Cewek Jepang

Kisah ini terjadi beberapa bulan silam, saat kapal tempatku bekerja merapat di pelabuhan Yokohama, Jepang. Hari itu salju turun dengan derasnya, maklum saat itu pertengahan bulan desember. Setelah kapal kami selesai merapat didermaga dengan sempurnanya, Nakhoda saya, yang orang Jepang, mengajak saya jalan-jalan kerumahnya. Rumah Nakhoda saya itu tidak jauh dari areal pelabuhan Yokohama, kami cukup naik taksi sekitar 10 menit saja. Sesampai di rumahnya, saya diperkenalkan dengan istri dan anak-anaknya. Harus diakui bahwa anak perempuan sulung Nakhoda saya, memiliki kecantikan raut wajah yang betul-betul asli Jepang, dengan kulit yang kuning, mata sipit dan body yang aduhai. Saya begitu terkesima dengan kecantikannya, dan sempat berkhayal yang bukan-bukan. Kami saling berjabat tangan dan mengucapkan salam perkenalan.
"Hi, nice to meet you," kata anak Nakhoda saya itu.
"You too," jawabku.
"What is your name?" tanya gadis itu.
"I'm Robert, and you?," jawabku sambil menanyakan namanya.
"My name, Ayumi, " jawabnya.

Selanjutnya kami duduk di ruang tamu dan bercerita ngalor-ngidul, bersama-sama dengan ibu, ayahnya dan adik-adiknya. Saat kami bercerita, sesekali saya berusaha mencuri-curi pandang kearah Ayumi, terutama ke bagian pahanya yang putih mulus. Hal itu membuat penisku sering ereksi sendiri. Namun sejauh itu saya masih berusaha untuk dapat mengendalikan diri.

Setelah kurang lebih satu jam kami saling berbagi cerita, Nakhodaku mengatakan bahwa ia dan istrinya akan pergi ke rumah saudaranya yang sedang punya hajatan. Dan ia menyuruh saya untuk menunggunya di rumah saja, sampai dia kembali. Sebelum mereka pergi Nakhoda saya berbicara sebentar kepada Ayumi. Memang mereka berbicara dalam bahasa Jepang, namun sedikit-sedikit saya bisa mengerti artinya, yaitu ia menyuruh Ayumi untuk tinggal menemani saya dan menyiapkan makan untuk saya.
"Robert-san, kamu tinggal saja dan silahkan istirahat," kata Nakhoda saya dalam bahasa Indonesia.
"Yes, Captain," jawabku.
"Robert-san, Jangan malu-malu kalau mau makan, Ayumi akan siapkan makanannya," katanya lagi kepadaku dan Ayumi.

Setelah mereka pergi, saya duduk-duduk saja di ruang tamu sambil menonton televisi. Suasana rumah itu begitu sepi, karena nakhoda saya pergi bersama istri dan adik-adik Ayumi. Sedang asyik-asyiknya nonton, tiba-tiba Ayumi datang, kali ini dia sudah mengenakan Kimono, kamipun bercerita sambil nonton televisi. Dari penuturannya, saya tahu kalau Ayumi ini baru berusia 17 tahun dan duduk di SMU kelas dua. Pantas ia begitu kelihatan remaja dan cantik. Kami duduk tidak terlalu berjauhan, dan karena itu saya dapat sesekali mencuri pandang ke arah dua bukit kembarnya yang cukup kelihatan di balik kimono yang ia pakai.

Kelihatannya udara yang dingin membuatku sedikit menggigil, kucoba memegang tangannya dan ia tidak menolak.
"Ayumi-san, are you cold? " tanyaku
"Yes, I'm very cold, " jawabnya
Saya memberanikan diri untuk memeluknya, ternyata ia tidak menolak bahkan semakin merapatkan badannya kedadaku. Tanganku gemetaran saat bersentuhan dengan buah dadanya yang mulai membesar seiring usianya. Entah setan apa yang merasukiku, perlahan-lahan saya mengangkat dagunya dan menciumnya. Ayumi pasrah dan membalas ciumanku. Kami berciuman cukup lama dan saling memagut bibir dengan gairah nafsu yang sama membaranya.
"Robert-san, you are very handsome", Ayumi berkata, disela-sela kami berciuman.
"Same Ayumi-san, you are very beautiful, " kataku membalas.

Tanpa terasa tanganku mulai bergerak kearah payudaranya, dan mulai membelai dan sesekali meremasnya.
"Oh.. hsst, hsst, Robert-san, please," Ayumi mendesah dengan nikmatnya.
Pelan-pelan kubuka kimono yang menutup tubuhnya, ternyata dibalik kimononya ia tidak memakai pakaian dalam sehingga tubuhnya yang mulus segera saja terpampang jelas di mataku. Pentil susunya yang kemerah-merahan bertengger dengan indahnya diatas dua bukit kembarnya yang membusung indah. Betul-betul bagaikan puncak gunung Fujiyama, yang memang kelihatan jelas dari jendela rumahnya. Tanpa menunggu lama, kubopong dia ke atas sofa yang ada diruang tamu itu. Kembali kulumat bibirnya yang kecil memerah, sambil tanganku membelai lembut bukit kembarnya. Rupanya Ayumi juga tidak mau ketinggalan, ia membuka kancing-kancing bajuku dan melepas ikat pinggang celanaku. Tangannya dimasukkan ke dalam celanaku dan mulai meremas-remas batang kemaluanku. Akibat perbuatan Ayumi itu, kemaluanku semakin tegang, dan membuat mata saya juga meram-melek kenikmatan.

Setelah kurasa cukup melumat bibirnya, kini bibirku mulai kuturunkan kearah pentil susunya, dan mulai menjilatinya pelan-pelan.
"Oh my god, Robert-san, please, please touch me, suck it," Ayumi terus meracau tak keruan.
"Don't worry, honey. I will to do," kataku sambil terus menjilati pentil susunya. Sementara itu tanganku terus bermain-main diselangkangnya dan mengusap serta membelai lembut goa yang ada disela-sela momo-nya (BHs. Jepang = Paha). Jari jemariku terkadang lembut memasuki liang vaginanya dan terasa ada cairan hangat disitu. Menyadari hal ini saya segera berjongkok didepan sofa dan pahanya Ayumi kurentangkan lebar-lebar. Segera saja kujilati vaginanya dengan penuh nafsu.

"Auh.. hmm.. hst.. Robert-san o kudasai," Ayumi kembali meracau dalam bahasa Jepang.
Saya berusaha membuat suasana serileks mungkin, dengan terlebih dahulu mengecup liang vaginanya dan menghirup aroma khas perempuan yang begitu mempesona. Mungkin inilah aroma sejati sashimi dan sushi, pikirku dalam hati. Lidahku bermain liar di liang vaginanya dan sesekali kuhisap lembut klitorisnya yang bagaikan buah cherry terselip di sela-sela daun. Saking enaknya, tanpa sadar Ayumi menjambak-jambak rambutku.
"Oh.. uh.. mmh.." desah Ayumi keenakan.

Sluph.. clep.. clup.. lidahku berdecak berirama menghirup semua cairan hangat yang terus membanjiri liang vaginanya Ayumi. Rupanya Ayumi tak mau terus menerus kupermainkan, dia segera beranjak dan sekarang gantian saya yang duduk bersandar di sofa. Sekejap Ayumi memperhatikan batang kemaluanku kelihatan begitu tegang menantang.
"Oh Robert-san, it is very nice and very big, like is the Yokohama Tower," katanya terkagum-kagum sambil memegang dan mengocok-ngocok batang penisku. Sementara itu batang penisku semakin menegang dan kepalanya semakin merah kehitam-hitaman mengkilat.
"Yes, honey. But it is not Yokohama Tower, it is Monas Tower," balasku sambil tertawa geli dalam hati.

Tidak puas hanya memandang dan mengocok-ngocok batang penisku, kini Ayumi mulai menjilati dan mengulumnya. Lidahnya bermain lincah di pangkal dan kepala penisku, yang membuatku menggelinyang kegelian. Nafsuku semakin membuncah, akibat batang penisku yang terus-terusan dikulum dan disedot.
"Umm.. esht.. oh honey.. oh god," kataku keenakkan.
"Clup.. clep.. srlup.. setiap hisapan mulut Ayumi menimbulkan bunyi yang tak lagi berirama dan menghadirkan sensasi gairah tersendiri ditelingaku.

Sementara itu, jari-jariku terus bermain diliang vaginanya. Kumasuk keluarkan jari-jariku, sambil sesekali melakukan gerakan-gerakan membentuk oval mengikuti lekuk bentuk liang vaginanya. Cairan hangat yang semakin banyak keluar dari liang vagina, telah membasahi semua telapak tanganku.
"Oh, honey. Please fuck me," Ayumi yang sudah tidak dapat menahan gejolak nafsunya bangkit dari posisi jongkok dan naik keatas pangkuanku. Dipegangnya batang penisku dan pelan-pelan memasukkannya keliang vaginanya.
"Oh honey, it is very big, but I like it," Ayumi berkata sambil berusaha menekan pantatnya ke bawah untuk memasukkan batang kemaluanku.

Bless.. plok.. semua batang penisku telah masuk ke dalam liang vaginanya Ayumi. Terasa kehangatan menjalari setiap pori-pori yang ada di batang kemaluanku. Selanjutnya dia mulai menggenjot-genjot, menaik-turunkan pantatnya yang putih mulus dan melakukan gerakan-gerakan berputar yang berirama.
"Ouhk.. uhs.. yes.. oh yes.." Ayumi mengerang-ngerang kenikmatan.
"Oh honey, yes.. oh yes.." akupun tak kalah nikmatnya.
Beberapa saat sempat kuperhatikan sisa-sisa batang kemaluanku yang berada di luar liang vaginanya Ayumi, kelihatannya begitu perkasa bagaikan pohon yang berusaha menembus awan. Vaginanya Ayumi kelihatan begitu indah, berwarna kemerah-merahan.

Posisi Ayumi sekarang berganti, ia mengambil posisi menungging membelakangi saya. Inilah posisi Doggy style, yang memang saya gemari. Dalam posisi doggy style itu, saya bebas memandang vaginanya Ayumi yang begitu menantang untuk segera kususupi batang kemaluanku.
"Ups.. aukh.. yes honey, yes.." Ayumi mendesah-desah tak beraturan saat kumasuk-keluarkan batang kemaluanku di vaginanya.
"Oh.. usmh.. hah.. hah.." nafasku menderu-deru menikmati permainan ini.
Selang tiga menit kemudian rupanya Ayumi yang sudah semakin tak kuat menahan gairahnya berbalik dan mengambil posisi terlentang di sofa.
"Please honey, please come in, kudasai," Ayumi berkata dalam bahasa Inggris dan Jepang memintaku segera melakukan permainan puncak.
"Okay honey, okay," kataku sambil mengambil posisi dan mengarahkan penisku tepat ke lubang vaginanya.

"Uckh.. uhst.. yes honey," Ayumi mendesah saat kumasukkan penisku ke vaginanya.
Terasa sedikit sempit, namun penisku lancar saja memasukinya karena vaginanya sudah begitu basah. Selanjutnya, segera saja saya mulai dengan permainan puncak ini. Penisku kumasuk-keluarkan dengan irama yang teratur. Clep.. clup.. cres.. terdengar bunyi yang begitu menggairahkan saat penisku mulai beraksi. Ayumi rupanya tak mau ketinggalan, ia segera saja mengimbanginya dengan menggoyang dan memutar-mutar pinggulnya.
"oh, honey. I love you, honey. Uh.. shh..," Ayumi kembali mendesah-desah kenikmatan.
"Yes honey, I love you too," jawabku tak kalah nikmatnya.
"Ump.. hssh.. ouhk.. oh yes," Ayumi mendesah-desah semakin tak karuan.
"Ush.. ahh.. ohh..," sayapun mendesah-desah merasakan kenikmatan yang indah ini.

Kami menikmati permainan puncak ini dengan segenap perasaan, sambil sesekali bercakap-cakap. Beberapa saat kemudian rupanya Ayumi sudah tidak lagi kuat menahan gairah nafsunya, tangannya dengan kuat mencengkram bahuku dan pinggulnya digoyang-goyang semakin cepat.
"Oh honey, I'm coming. I'm coming, oh.. ah..," Ayumi mendesah semakin tak keruan.
"Oh yes, honey. Yes. I'm coming too," kataku yang juga sudah tak kuat menahan desakan-desakan nafsuku.
Gerakan maju mundur segera saja kupercepat dan Ayumi-pun semakin cepat menggoyang dan memutar-mutar pinggulnya. Beberapa saat kemudian kamipun mencapai puncak Fujiyama bersama-sama.
"Oh honey, oh.. uah.. umph..," desah panjang Ayumi saat mencapai puncak kenikmatan.
"Uhmp.. uhss.. ouhk..," desahku saat cairan lahar panas tumpah keluar dari lubang penisku dan membanjiri vaginanya Ayumi.

Ayumi memeluk erat tubuhku, seakan-akan tidak ingin melepas lagi. Jari-jari tangannya mencengkram erat punggungku, kedua kakinya melipat dan menekan pantatku. Sementara itu, saya sendiri memeluk tubuhnya dengan erat dan melumat habis bibirnya.

Kenikmatan terindah ditengah derasnya salju bulan Desember yang begitu berkesan. Sejak saat itu, setiap kali kapal saya bersandar di pelabuhan Yokohama Jepang, saya dan Ayumi selalu merengkuh kenikmatan bersama, terkadang di rumahnya atau di hotel.
»»  READMORE...

Cerita Ng3ntot : Bercinta Dengan Anak Atasan

Belum lama ini saya bergabung dengan sebuah perusahaan eksportir fashion ternama di kotaku. Dan anak gadis pemilik perusahaan itu, Dewi namanya, baru lulus sekolah dari Singapore, umurnya sekitar 23 tahun, cantik dan waktu masih SMA sempat berprofesi sebagai model lokal. Nah, Dewi itu ditugaskan sebagai asisten GM (yaitu saya), jadi tugasnya membantu saya sambil belajar.

Singkat cerita, Dewi semakin dekat dengan saya dan sering bercerita.
"Nico, cowok tuh maunya yang gimana sih. Ehm.., kalo di ranjang maksud gue.."
"Nic, kamu kalo lagi horny, sukanya ngapain?"
"Kamu suka terangsang enggak Nic, kalo liat cewek seksi?"
Yah seperti itulah pertanyaan Dewi kepadaku.

Terus terang percakapan-percakapan kita selang waktu kerja semakin intim dan seringkali sensual.
"Kamu pernah gituan nggak, Wi..?, tanyaku.
"Ehm.. kok mau tau?", tanyanya lagi.
"Iya", kataku.
"Yah, sering sih, namanya juga kebutuhan biologis", jawabnya sambil tersipu malu.
Kaget juga saya mendengar jawabannya seperti itu. Nih anak, kok berani terus terang begitu.

Pernah ketika waktu makan siang, ia kelepasan ngomong.
"Cewek Bali itu lebih gampang diajakin tidur daripada makan siang", katanya sambil matanya menatap nakal.
"Kamu seneng seks?", tanya saya.
"Seneng, tapi saya enggak pandai melayani laki-laki", katanya.
"Kenapa begitu?", tanya saya lagi.
"Iya, sampe sekarang pacarku enggak pernah ngajak kawin. Padahal aku sudah kepengen banget."
"Kepengen apa?", tanyanku.
"Kawin", katanya sambil tertawa.

Suatu ketika ia ke kantor dengan pakaian yang dadanya rendah sekali. Saya mencoba menggodanya, "Wah Dewi kamu kok seksi sekali. Saya bisa lihat tuh bra kamu". Ia tersipu dan menjawab, "Suka enggak?". Saya tersenyum saja. Tapi sore harinya ketika ia masuk ruangan saya, bajunya sudah dikancingkan dengan menggunakan bros. Rupanya dia malu juga. Saya tersenyum, "Saya suka yang tadi."

Suatu ketika, setelah makan siang Dewi mengeluh.
"Kayaknya cowokku itu selingkuh."
"Kenapa?", tanyaku.
"Habis udah hampir sebulan enggak ketemu", katanya.
"Terus enggak.. itu?", tanyaku.
"Apa?"
"Itu.. seks", kataku.
"Yah enggak lah", katanya.
"Kamu pernah onani enggak?", tanyaku.
Dia kaget ketika saya tanya begitu, namun menjawab.
"Ehm.. kamu juga suka onani?"
"Suka", jawabku.
"Kamu?", tanyaku.
"Sekali-sekali, kalo lagi horny", jawabnya jujur namun sedikit malu.

Pembicaraan itu menyebabkan saya terangsang, Dewi juga terangsang kelihatannya. Soalnya pembicaraan selanjutnya semakin transparan.
"Dewi, kamu mau gituan enggak."
"Kapan?"
"Sekarang."
Dia tidak menjawab, namun menelan ludah. Saya berpendapat ini artinya dia juga mau. Well, setelah berbulan-bulan flirting, sepertinya kita bakalan just do it nih.

Kubelokkan mobil ke arah motel yang memang dekat dengan kantorku.
"Nic, kamu beneran nih", tanyanya.
"Kamu mau enggak?"
"Saya belum pernah main sama cowok lain selain pacarku."
"Terakhir main kapan?"
"Udah sebulan."
"Trus enggak horny?"
"Ya onani.. lah", jawabnya, semakin transparan. Mukanya agak memerah, mungkin malu atau terangsang. Aku terus terang sudah terangsang. This is the point of no return. Aku sadari sih, ini bakalan complicated. But.. nafsuin sih.

"Terus, kapan kamu terakhir dapet orgasme"
"Belum lama ini."
"Gimana?"
"Ya sendirilah.. udah ah, jangan nanya yang gitu."
"Berapakali seminggu kamu onani?", tanyaku mendesaknya.
"Udah ah.. yah kalo horny, sesekali lah, enggak sering-sering amat. Lagian kan biasanya ada Andree (cowoknya-red)."
"Kamu enggak ngajak Andree."
"Udah."
"Dan..?"
"Dia bilangnya lagi sibuk, enggak sempet. Main sama cewek lain kali. Biasanya dia enggak pernah nolak."
Siapa sih yang akan menolak, bersenggama sama anak ini. Gila yah, si Dewi ini baru saja lulus kuliah, tapi soal seks sepertinya sudah terbiasa.

"Nic, enggak kebayang main sama orang lain."
"Coba aja main sama saya, nanti kamu tau, kamu suka selingkuh atau enggak."
"Caranya?"
"Kalo kamu enjoy dan bisa ngilangin perasaan bersalah, kamu udah OK buat main sama orang lain. Tapi kalo kamu enggak bisa ngilangin perasaan bersalah, maka udah jangan bikin lagi", kataku.
"Kamu nanti enggak bakal pikir saya cewek nakal."
"Enggaklah, seks itu normal kok. Makanya kita coba sekali ini. Rahasia kamu aman sama saya", kataku setengah membujuk.
"Tapi saya enggak pintar lho, mainnya", katanya. Berarti sudah OK buat ngeseks nih anak.

Mobilku sudah sampai di kamar motel. Aku keluar dan segera kututup pintu rolling door-nya. Kuajak dia masuk ke kamar. Tanpa ditanya, Dewi ternyata sudah terangsang dengan pembicaraan kita di mobil tadi. Dia menggandengku dan segera mengajakku rebahan di atas ranjang.
"Kamu sering main dengan cewek lain, selain pacar kamu, Nic?"
"Yah sering, kalo ketemu yang cocok."
"Ajarin saya yah!"

Tanganku mulai menyentuh dadanya yang membusung. Aku lupa ukurannya, tapi cukup besar. Tanganku terus menyentuhnya. Ia mengerang kecil, "Shh.. geli Nic." Kucium bibirnya dan ia pun membalasnya. Tangannya mulai berani memegang batang kemaluanku yang menegang di balik celanaku.
"Besar juga..", katanya. Matanya setengah terpejam. "Ayo, Nic aku horny nih." Kusingkap perlahan kaos dalamnya, sampai kusentuh buah dadanya, branya kulepas, kusentuh-sentuh putingnya di balik kaosnya. Uh.. sudah mengeras. Kusingkap ke atas kaosnya dan kuciumi puting susunya yang menegang keras sekali, kuhisap dan kugigit pelan-pelan, "Ahh.. ahh.. ahh, terus Nic.. aduh geli.. ahh.. ah."

Dewi, yang masih muda ternyata vokal di atas ranjang. Terus kurangsang puting susunya, dan ia hampir setengah berteriak, "Uh.. Nic.. uh." Aku sengaja, tidak mau main langsung. Kuciumi terus sampai ke perutnya yang rata, dan pusarnya kuciumi. Hampir lupa, tubuhnya wangi parfum, mungkin Kenzo atau Issey Miyake. Pada saat itu, celanaku sudah terbuka, Aku sudah telanjang, dan batang kemaluanku kupegang dan kukocok-kocok sendiri secara perlahan-lahan. Ah.. nikmat. Bibirnya mencari dan menciumi puting susuku. "Enak.. enak Dewi". Rangsangannya semakin meningkat.

"Aduuhh.. udah deh.. enggak tahan nih", ia menggelinjang dan membuka rok panjangnya sehingga tinggal celana dalamnya, merah berenda. Bibir dan lidahku semakin turun menjelajahi tubuhnya, sampai ke bagian liang kenikmatannya (bulu kemaluannya tidak terlalu lebat dan bersih). Kusentuh perlahan, ternyata basah. Kuciumi liang kenikmatannya yang basah. Kujilat dan kusentuh dengan lidahku. liang kenikmatan Dewi semakin basah dan ia mengerang-erang tidak karuan. Tangannya terangkat ke atas memegang kepalanya. Kupindahkan tangannya, dan yang kanan kuletakkan di atas buah dadanya. Biar ia menyentuh dirinya sendiri. Ia pun merespon dengan memelintir puting susunya.

Kuhentikan kegiatanku menciumi liang kenikmatannya. Aku tidur di sampingnya dan mengocok batang kemaluanku perlahan. Dia menengokku dan tersenyum, "Nic.. kamu merangsang saya."
"Enak.."
"Hmm..", matanya terpejam, tangannya masih memelintir putingnya yang merah mengeras dan tangan yang satunya dia letakkan di atas liang kenikmatannya yang basah. Ia menyentuh dirinya sendiri sambil melihatku menyentuh diriku sendiri. Kami saling bermasturbasi sambil tidur berdampingan.
"Heh.. heh.. heh.. aduh enak, enak", ceracaunya.
"Gile, Nic, gue udah kepengin nih."
"Biar gini aja", kataku.

Tiba-tiba dia berbalik dan menelungkup. Kepalanya di selangkanganku yang tidur telentang. Batang kemaluanku dihisapnya, uh enak banget. Nih cewek sih bukan pemula lagi. Hisapannya cukup baik. Tangannya yang satu masih tetap bermain di liang kenikmatannya. Sekarang tangannya itu ditindihnya dan kelihatan ia sudah memasukkan jarinya.
"Uh.. uh.. Nic, aku mau keluar nih, kita main enggak?"
Kuhentikan kegiatannya menghisap batang kemaluanku. Aku pun hampir klimaks dibuatnya.
"Duduk di wajahku!", kataku.
"Enggak mau ah."
"Ayo!"

Ia pun kemudian duduk dan menempatkan liang kenikmatannya tepat di wajahku. Lidah dan mulutku kembali memberikan kenikmatan baginya. Responnya mengejutnya, "Aughh.." setengah berteriak dan kedua tangannya meremas buah dadanya. Kuhisap dan kujilati terus, semakin basah liang kenikmatannya.

Tiba-tiba Dewi berteriak, keras sekali, "Aahh.. ahh", matanya terpejam dan pinggulnya bergerak-gerak di wajahku. "Aku.. keluar", sambil terus menggoyangkan pinggulnya dan tubuhnya seperti tersentak-sentak. Mungkin inilah orgasme wanita yang paling jelas kulihat. Dan tiba-tiba, keluar cairan membanjir dari liang kenikmatannya. Ini bisa kurasakan dengan jelas, karena mulutku masih menciumi dan menjilatinya.

"Aduh.. Nic.. enak banget. Lemes deh", ia terkulai menindihku.
"Enak?", tanyaku.
"Enak banget, kamu pinter yah. Enggak pernah lho aku klimaks kayak tadi."

Aku berbalik, membuka lebar kakinya dan memasukkan batang kemaluanku ke liang kenikmatannya yang basah. Dewi tersenyum, manis dan malu-malu. Kumasukkan, dan tidak terlalu sulit karena sudah sangat basah. Kugenjot perlahan-lahan. Matanya terpejam, menikmati sisa orgasmenya.
"Kamu pernah main sama berapa lelaki, Dewi..?, tanyaku.
"Dua, sama kamu."
"Kalo onani, sejak kapan?"
"Sejak di SMA."
Pinggulnya sekarang mengikuti iramaku mengeluar-masukkan batang kemaluan di liang kenikmatannya.
"Nic, Dewi mau lagi nih." Uh cepat sekali ia terangsang. Dan setelah kurang lebih 3 menit, dia mempercepat gerakannya dan "Uhh.. Nic.. Dewi keluar lagi.." Kembali dia tersentak-sentak, meski tidak sehebat tadi.

Akupun tak kuat lagi menahan rangsangan, kucabut batang kemaluanku dan kusodorkan ke mulutnya. Ia mengulumnya dan mengocoknya dengan cepat. Dan "Ahh.." klimaksku memuncratkan air mani di wajah dan sebagian masuk mulutnya. Tanpa disangka, ia terus melumat batang kemaluanku dan menjilat air maniku. Crazy juga nih anak.

Setelah aku berbaring dan berkata, "Dewi, kamu bercinta dengan baik sekali."
"Kamu juga", mulutnya tersenyum.
Kemudian ia berkata lagi, "Kamu enggak nganggap Dewi nakal kan Nic."
Aku tersenyum dan menjawab, "Kamu enjoy enggak atau merasa bersalah sekarang."
Dia ragu sebentar, dan kemudian menjawab singkat, "Enak.."
"Nah kalau begitu kamu emang nakal", kataku menggodanya.
"Ihh.. kok gitu.." Aku merangkulnya dan kita tertidur.

Setelah terbangun, kami mandi dan berpakaian. Kemudian kembali ke kantor. Sampai sekarang kami kadang-kadang masih mampir ke motel. Aku sih santai saja, yang penting rahasia kami berdua tetap terjamin.
»»  READMORE...

Cerita Ng3ntot : Gara Gara Cukur Bulu

Untuk membentuk agar bulu kemaluanku tumbuh dengan rapih, suatu hari timbul niat isengku untuk mencukur total. Kusiapkan alat-alat dahulu sebelum kumulai aksinya. Mulai dari gunting, kaca cermin, lampu duduk, dan koran bekas untuk alas agar bekas cukuran tidak berantakan kemana-mana. Kupasang cermin seukuran buku tulis tepat di depan kemaluanku untuk melihat bagian bawah yang tidak terlihat secara langsung. Tidak lupa pula kunyalakan lampu duduk di antara selangkanganku. Kumulai pelan-pelan, kugerakkan pisau cukur dari atas ke bawah.

Baru mulai aku menggoreskan pisau cukur itu, aku dengar suara langkah masuk ke kamarku, segera aku lihat bayangan di kaca buffet, tidak jelas benar, tapi aku bisa menebaknya bahwa dia adalah si Eni, kemenakan dari ibu kost.

Aku bingung juga, mau membereskan perangkat ini terlalu repot, tidak sempat. Memang aku melakukan kesalahan fatal, aku lupa mengunci pintu depan ketika kumulai kegiatan ini. Akhirnya dalam hitungan detik muncul juga wajah si Eni ke dalam kamarku. Dalam waktu yang singkat itu, aku sempat meraih celana dalamku untuk menutupi kemaluanku. Sambil meringis berbasa-basi sekenanya.
"He.. he.. ada apa En..?" sapaku gelagapan.
"Eh, Mas Adi lagi ngapain..?" kata Eni yang nampaknya juga sedang menyembunyikan kegugupannya.

Si Eni memang akrab dengan saya, dia sering minta bimbingan dalam hal pelajaran di sekolahnya. Khususnya pada mata pelajaran matematika yang memang menjadi kegemaranku. Eni sendiri masih sekolah di SMU. Berkata jorok memang sering kami saling lakukan tetapi hanya sebatas bicara saja. Apalagi Eni juga menanggapinya, dengan perkataan yang tidak kalah joroknya. Tapi hanya sebatas itulah.

Kembali pada adegan tadi, dimana aku tengah kehabisan akal menanggapi kehadirannya yang memergokiku sedang mencukur bulu kemaluan. Akhirnya kubuka juga kekakuan ini.
"Enggak apa-apa En, biasa.. kegiatan rutin."
"Apaan sih..?"
"Eni sudah berusia 17 tahun belum..?"
"Emangnya kenapa kalau udah..?" kata Eni masih berdiri dengan canggung sambil terus menatapku dengan serius.
"Gini En, aku khan lagi nyukur ini nih, aku minta tolong kamu bantuin aku. Soalnya di bagian ini susah nyukur sendiri.." kataku sambil kuulurkan pisau cukur padanya.
"Mas Adi, ih..!" tapi ia terima juga pisau cukurnya, sambil duduk di dekatku.
Aku angkat celana yang tadi hanya kututupkan di atas kemaluanku.

"Eni tutup dulu pintunya yach Mas..?"
Dia menutup pintu depan dan pintu kamar. Sebenarnya masih ada pintu belakang yang langsung menuju ke dapur rumah induk. Namun pada jam segini aku yakin bahwa tidak ada orang di dalam. Selesai Eni menutup pintu, dia agak kaget melihat kemaluanku terbuka, sambil menutup mulutnya ia meminta agar aku menutupnya.
"Tutup itunya dong..!" katanya dengan manja.
Aku katupkan kedua pahaku, batang kemaluanku aku selipkan di antaranya, sehingga tidak terlihat dari atas, sedangkan bulunya terlihat dengan jelas.
"Nah begini khan nggak terlihat.." kataku, dan Eni nampaknya setuju juga.

Eni ragu-ragu untuk melakukannya, namun segera aku yakinkan.
"Nggak apa-apa En, kamu khan sudah 17 tahun, berarti sudah bukan anak-anak lagi, lagian khan cuman bulu, kamu juga punya khan, udah nggak apa-apa. Nanti kalau aku sakit, aku bilang deh.."
"Bukannya apa-apa, aku geli hi.. hi.." sambil cekikikan.
Dengan super hati-hati dia gerakkan juga pisau cukur mulai menghabisi bulu-bulu kemaluanku. Karena terlalu hati-hatinya maka ia harus melakukannya dengan berulang-ulang untuk satu bagian saja.

Sentuhan-sentuhan kecil tangannya di pahaku mulai menimbulkan getaran yang tidak bisa kusembunyikan. Dan ini membuat kemaluanku semakin tegang, tidak hanya itu, hal ini juga menyebabkan siksaan tersendiri. Dengan posisi tegang dan tercepit di antara pahaku menjadikan kemaluanku semakin pegal. Sampai akhirnya tidak bisa kutahan, kukendorkan jepitan kedua pahaku, sehingga dengan cepat meluncurlah sebuah tongkat panjang dan keras mengacung ke atas menyentuh tangan Eni yang masih sibuk mempermainkan pisau cukurnya.

Begitu tersentuh tangannya oleh benda kenyal panas kemaluanku, dia kaget dan hampir berteriak.
"Oh, apa ini Mas..? Kok dilepas..?" katanya gugup ketika menyadari bahwa batang kemaluanku lepas dari jepitan dan mengarah ke atas.
"Iya En. Habis nggak tahan. Nggak apa-apa deh, dihadapan cewek harus kelihatan lebih gagah gitu.."
"Mas Adi sengaja ya..?"
"Suer.., ini cuma normal."

Eni masih memperhatikan kemaluanku yang sudah besar dan kencang dengan wajah yang sulit digambarkan. Antara takut dan ingin tahu. Lalu dia raih kain yang ada di dekatku untuk menutupinya.
"Kenapa ditutup En..?"
"Aku takut, abis punya Mas Adi besar banget.""Emangnya Eni belum pernah melihat kemaluan laki-laki..?" tanya saya.
Eni diam saja, tapi digelengkan kepalanya dengan lemah.
"Ayo deh diteruskan," bisikku.
Kali ini Eni menjadi super hati-hati mencukurnya. Mungkin takut tersentuh kemaluanku. Sedangkan aku sangat ingin tersentuh olehnya. Tapi aku khawatir dia semakin takut saja. Akhirnya kubiarkan saja dia menyelesaikan tugasnya dengan caranya sendiri.

Akhirnya harapanku sebagian terkabul juga. Ketika Eni mulai mencukur bulu bagian samping kemaluanku, mau tidak mau dia harus menyingkirkan kemaluanku.
"Maaf ya Mas..!" dengan tangan kirinya ia mendorong kemaluanku yang masih tertutup kain bagian atasnya ke arah kiri, sehingga bagian kanannya agak leluasa. Untuk lebih membuka areal ini, aku rebahkan tubuhku dan kubentangkan sebelah kakiku.

Eni dengan sabar memainkan pisau cukurnya membersihkan bulu-bulu yang menempel di sekitar kemaluanku, nafasnya mulai memburu, dan kutebak saja bahwa dia juga sedang horny. Walaupun masih dengan ragu-ragu dia tetap memegang kemaluanku. Didorong ke kiri, ke kanan, ke atas dan ke bawah. Aku hanya merasakan kenikmatan yang luar biasa. Tanpa kusadari kain penutup kepala kemaluanku sudah tersingkap, dan ini nampaknya dibiarkan saja oleh Eni, yang sekali-kali melirik juga ke arah kepala kemaluanku yang mulus dan besar itu.

Lama-kalamaan, Eni semakin terbiasa dengan benda menakjubkan itu. Dengan berani, akhirnya dia singkapkan kain yang menutup sebagian kemaluanku itu. Dengan terbuka begitu, maka dengan lebih leluasa dia dapat menyantap pemandangan yang jarang terjadi ini. Aku diam saja, karena aku sangat menyukainya serta bangga mendapat kesempatkan untuk mempertontonkan batang kemaluanku yang lumayan besar.

"Udah bersih Mas.."
Kulihat kamaluanku sudah pelontos, gundul. Wah, jelek juga tanpa bulu, pikirku.
"Di bawah bijinya udah belum En..?" aku pura-pura tidak tahu bahwa di daerah itu jarang ada bulu.
Lalu dengan hati-hati ia sigkapkan kedua bijiku ke atas. Uh, rasanya enak sekali.
"Udah bersih juga Mas.." ia mengulanginya.
Katanya datar saja. Menandakan bahwa hatinya sedang ada kecamuk. Aku tarik lengannya, dan dengan sengaja kusenggol payudaranya, dan kukecup keningnya.
"Terima kasih ya En..!"

Tanpa kusadari, sejak dia memberanikan diri mencukur bulu kemaluanku tadi, buah dadanya yang berukuran sedang terus menempel pada dengkulku. Begitu kukecup keningnya, dia diam saja, mematung sambil menundukkan mukanya. Lalu kuangkat dagunya dan kucium bibirnya, kupeluk sepuas-puasnya. Keremas paudaranya dan nafasnya makin memburu. Aku raih kemaluannya tapi dia diam saja, kuselipnkan satu jarinya dari sela-sela celana dalamnya. Wah, ternyata sudah basah bukan main. Namun Eni segera terkejut, dan melepaskan diri dariku. Disun pipiku, dan dia segera lari ke rumah induk lewat pintu belakang.

Aku benar-benar puas, kupandangi tampang kemaluan gundulku yang masih tegak.
"Suatu saat nanti engkau akan mendapat bagiannya.." kataku dalam hati.

Sejak peristiwa itu, kami memang tidak pernah bertemu dua mata dalam suasana yang sepi. Selalu saja ada orang lain yang hilir mudik di kamarku. Sampai akhirnya liburan datang dan kami semua masing-masing pulang kampung untuk beberapa waktu. Liburan sekolah sudah selesai, Eni sudah datang lagi setelah berlibur ke rumah orang tuanya di Tabanan, Bali. Begitu juga aku yang datang sebelum masa kuliahku dimulai.

Waktu itu hujan deras. Eni masih berada di kamarku (suasananya sepi karena tidak ada orang sama sekali, termasuk di rumah induk) untuk minta bimbingan atas pelajarannya. Begitu selesai, Eni menyandarkan tubuhnya ke dadaku sambil berkata.
"Mas, itunya sudah tumbuh lagi belum..? Hi.. hi.." sambilnya ketawa cekikikan.
"Oh, itu..? Lihat aja sendiri." sambil kupelorotkan celana pendekku sampai lepas, dan kemaluanku yang masih lunglai menggantung.
"Mas Adi ih, ngawur.." katanya.
Tapi walaupun demikian, ia santap juga pemandangan itu sambil menyibakkan sebagian T-Shirt-ku yang menutupi daerah itu. Bulu-bulu yang sudah rapih memenuhi lagi sekitar kemaluanku, segera terlihat dengan jelas.

"Nah, begitu khan lebih oke.." katanya.
"Aku kapok En, nggak mau nyukur plontos lagi."
"Kenapa Mas..?"
"Waktu mau numbuh. Bulunya tajam-tajam dan itu menusuk batangku."
"Habis Mas Adi sukanya macem-macem sih..!" sambil terus memandang kemaluanku yang masih tergantung lunglai, "Mas, kok itunya lemes sih..?"
"Iya En, sebentar juga gede, asal diusap-usap biar seneng."
"Ah Mas Adi sih senengnya enak terus."
Walaupun berkata seperti itu, mau juga Eni mulai memegang kemaluanku dan digerak-gerakkan ke kanan dan ke kiri. Membuat batang kemaluanku semakin besar, keras dan mengacung ke atas. Eni makin menyandarkan kepalanya ke dadaku. Dan langsung saja saya peluk dia, sedemikian rupa hingga payudaranya tesentuh tangan kiriku. Rupanya Eni tidak pakai BH, sehingga kekenyalan payudaranya langsung terasa olehku. Kupermainkan payudaranya, aku pencet, menjadikan Eni terdiam seribu bahasa tetapi nafasnya semakin cepat. Demikian pula Eni dengan hati-hati memainkan kemaluanku, masih terus dibolak-balik, ke kanan dan ke kiri.

Aku cium bibir Eni, dan dia menanggapinya dengan tidak kalah agresifnya. Barangkali inilah suatu yang ditungu-tunggu. Aku lepas blouse-nya, dan payudaranya yang masih kencang dan mulus dengan putingnya yang kecil berwarna coklat muda segera terpampang dengan jelas. Karena tidak tahan, aku langsung menciuminya. Hal ini menjadikan Eni semakin menggeliatkan tubuhnya, tandanya dia merasa nikmat. Aku ikuti dia ketika dia mambaringkan tubuhnya di tempat tidur. Aku hisap-hisap puting payudaranya, sementara rok dan celananya kupelorotkan. Eni setuju saja, hal ini ditunjukkan dengan diangkatnya pantat untuk memudahkanku melepaskan pakaian yang tersisa.

Begitu pakaian bagian bawah terlepas, segera tersembul bukit mungil di antara selangkangannya, rambutnya masih jarang, nyaris tidak kelihatan. Sekilas hanya terlihat lipatan kecil di bagian bawahnya. Pemandangan ini sungguh membuat nafsuku semakin memuncak. Begitu kuraba bagian itu, terasa lembut. Makin dalam lagi barulah terasa bahwa dia sudah banyak berair. Eni masih merem-melek, tangannya tidak mau lepas dari kemaluanku. Begitu pula ketika kulepas pakaianku. Tangan Eni tidak mau lepas dari alat vitalku yang semakin keras saja.

Begitu aku sudah dalam keadaan bugil, aku kembali mempermainkan kemaluannya, ketika jari tengahku mau memasuki vaginanya yang sudah banjir itu. Pinggulnya digoyangkannya tanda mengelak, aku hampir putus asa.
Tetapi kudengar suara manjanya, "Jangan pakai tangan Mas. Pakai itu saja." sambil menarik-narik alat vitalku ke arah vaginanya.

Aku segera mengambil posisi. Tangan lembutnya membimbingnya untuk memasuki arah yang tepat. Kugosok-gosokkan sebentar di bibir vaginanya yang berlendir itu. Rasanya nikmat sekali. Setelah kurasa tepat berada di ambang lubangnya, aku dorong sedikit, agar bisa memasukinya. Tapi nampaknya tidak mau masuk. Aku coba sekali lagi, tidak mau masuk juga.
"Kamu masih perawan En..?" akhirnya aku tanya dia.
Diantara jelita dan wajahnya yang sudah seperti tidak sadar itu, aku lihat kepalanya menggeleng dan itu adalah suatu jawaban.

Usaha menembus lubang kenikmatan itu aku tunda dulu. Operasiku berpindah dengan memagut-magut seluruh tubuhnya. Eni semakin terengah-engah menerima perlakuanku. Erangan-erangan yang terkesan liar semakin membuatku bernafsu. Aku kecup putingnya, perutnya, dan pahanya. Ketika aku mengecup pahanya, sepintas aku lihat vaginanya menganga, semburat warna merah tua yang licin sungguh menarik perhatianku. Jilatanku makin dekat ke arah vaginanya. Begitu lidahku menyentuh bibir kemaluannya, Eni berteriak kelojotan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku semakin bersemangat menjilatinya.

Setelah kurasa jenuh, dan kehabisan variasi menjilati vaginanya. Kembali kuarahkan kemaluanku ke arah barang yang paling dilindungi wanita ini. Kembali tangan Eni membimbing kemaluanku. Setelah tepat di depan gerbang kenikmatan, aku dorong sedikit.
"Bless.."
Kepala kemaluanku bisa masuk sedikit, Eni meringis, tapi terus menekan bokongku. Maksudnya, jelas agar aku masuk lebih banyak lagi. Aku dorong lagi, tetapi lubangya terlalu sempit. Walaupun hanya kepala saja yang masuk, tetapi aku berusaha memaju-mundurkan, agar gesekan yang nekmat itu terasa. Setelah beberapa kali aku memaju-mundurkan, sekali lagi aku dorong lebih dalam lagi. Berhasil..! Kini kemaluanku sudah sepertiga berada di dalamnya. Aku berusaha sabar, aku gerakkan maju mundur lagi. Setelah beberapa kali, aku mendorong lagi. Begitulah kulakukan berulang-ulang sampai semua kemaluanku tertelan dalam remasan vaginanya. Kudiamkan untuk sesaat di dalam, kurasakan denyutan-denyutan yang sangat nikmat yang membuat seluruh tubuhku mengejang. Kugerakkan lagi bokongku dengan arah maju-mundur. Tanpa kusangka, Eni menjerit sambil mengejang.

"Terus Mas.. terus Mas.. aku sampaaii.. ouh.. ouh.." jeritan itu lumayan keras.
Aku segera tutup mulutnya dengan bibirku. Bersamaan dengan itu, kemaluanku terasa diremas-remas. Ujung kemaluanku seakan menyentuh dinding yang membuatku merasa geli bukan main. Akhirnya aku tidak tahan juga untuk mengeluarkan spermaku ke dalam liang kewanitaannya. Beberapa semprotan agaknya semakin menjadikan Eni semakin liar dan semakin meregangkan tubuhnya. Kami orgasme bersama-sama, dan itu sangat meletihkan. Dan aku tidak ingin cepat-cepat melupakan fantasi yang hebat itu. Kami tertidur untuk beberapa waktu.

Begitu aku bangun, rupanya Eni sudah tidak ada. Yang ada hanyalah secarik kertas menutupi kemaluanku dengan tulisan, "YOU ARE THE GREAT".

Sejak saat itu, kami selalu melakukannya secara rutin dua minggu sekali, paling lama sebulan sekali. Namun tidak melakukan di rumah tetapi kubawa ke hotel di luar kota secara berganti-ganti yang kemungkinan kecil untuk diketahui oleh orang yang kami kenal. Sampai akhirnya, kami berpisah. Aku lulus dan diterima kerja di luar kota. Eni kuliah di kota yang jauh sekali dari tempatku berada. Kalau ia membaca tulisan ini, maka ia akan bersyukur karena namanya sudah aku samarkan. Sekedar untuk mengingatkan saja ketika kami begituan, kemaluannya kujuluki TEMBEM. Dan ia menyebut kemaluanku dengan julukan TOLE (mungkin dari kata KONTOLE).
»»  READMORE...

Cerita Ng3ntot : Balas Dendam Sang Kekasih

Aku berdiri di depan mobilku sekitar 15 menit tanpa bergerak dan hampir tidak bernafas. Kutatap HP-ku. Aku baru saja datang dari luar kota dan mendengar bahwa pacarku sedang keluar sejak 2 jam yang lalu! Gila, sekarang hampir setengah dua pagi, dan besok aku tahu pasti kalau dia ada kuliah pagi. Dadaku sesak karena cemburu. Yup, cemburu. Hanya insting, tapi kuat sekali. Aku yakin dia datang. Sial! hening sekali pagi ini.

Pacarku adalah pacar pertama yang bisa kudapatkan di kota S ini. Dia adalah anak pertama dari tiga bersaudara, perempuan semua. Terpaut satu dan tiga tahun dari pacarku yang berumur 20 tahun. Mereka tinggal tanpa orangtua karena dinas di luar kota. Aku mencintainya hampir dengan seluruh hatiku. Sial! sakit sekali pagi ini.

Kukelilingi jalanan di kota ini perlahan. Aku sangat tidak mengharapkan bertemu dan mendapati kenyataan yang menyakitkan seandainya perasaanku benar, aku sungguh tidak mengharapkan. Hmm, sepertinya terkabul. Sudah jam 3:15, dan aku tidak memergoki mobil rival sialanku di jalan. Kutepikan mobilku, kuambil HP-ku, sekedar checking, siapa tahu sudah di rumah! Redial.. "Hallo.." suara lembut menyapa. Hmm Aya pikirku.
"Hey, belum tidur?" sahutku.
"Hey.. Benni? eh Lia belum pulang tuh," sergahnya gugup.
"Hm?" lidahku beku, amarah merayapiku.
"Kalo gitu aku tunggu di depan rumah kamu.. pengen liat pulang jam berapa dan dengan siapa," lanjutku ketus.
"Jangan marah Ben.."
"Tidak.."

Kupacu mobilku ke arah utara. Sambil menyetir kubuka laci mobil, mencari sesuatu. Ahh ini dia, sebotol Smirnoff, tinggal setengah. Biasanya kusimpan untuk iseng. Hmm, kubuka dan kuteguk isinya. Shit! Tenggorokanku terasa di amplas. Hmm, hati kecilku berteriak, "Hey? mau ngapain lo? Mabok karena cewek? norak!" Ahh, peduli setan pikirku. Paling tidak aku bakal bisa menset diriku agar kelihatan agak cuek. Hmm yup.. norak nih.

Setibanya di depan rumah Lia, aku hanya mematikan mobil, membuka jendela pintu, dan mencoba menghirup nafas dalam-dalam. Kumundurkan kursi mobil dan mulai memejamkan mata. Ah ada rasa terkhianati memenuhi kerongkonganku. Huh, tambah suntuk. Kucoba meneguk sekali lagi. Ahh sudah kosong?! Apabila dalam keadaan normal harusnya aku bisa tertidur sekarang. Kubuka kembali laciku untuk mencari rokok. Saat itu aku benar-benar lebih mirip orang hendak piknik daripada seseorang yang sedang cemburu. Uuh!

Tiba-tiba..
"Ben.." kuputar kepalaku keluar.
"Aya..? Hai.." sahutku lirih.
"Ben.. Lia belum pulang tuh."
"Tidak papa. Kutunggu aja di sini." Kubuka pintu kiri mobil dan kuminta dia untuk masuk.
"Aku pengen ngobrol." Ah aku tidak bisa tau apakah aku sedang mabuk atau cemburu yang amat sangat saat itu. Kucoba mencari tahu dengan siapa pacarku pergi. Awalnya Aya sangat tertutup. Tapi setelah aku memintanya berterus terang dengan memelas akhirnya semuanya meluncur lancar dari bibirnya. Melas? yup topway for top loser. Ternyata Lia sudah menduakan aku sejak lama. Huh! Tolol sekali dan lebih tolol lagi aku sekarang mabuk? bukan untuk perayaan atau kesedihan tapi ketololan. Aku sangat marah. Kupukul beberapa kali dashboard mobil. Aya sangat ketakutan melihatnya. Cepat aku tersadar dan meminta maaf padanya. "Ben masuk aja yuk.. tidak enak di liat securiti perumahan," katanya. Kupandangi wajahnya. "Aya.. sori ya?" kataku sambil memegang tangannya. Ada sedikit rasa kaget di wajahnya. Mungkin juga di wajahku.

Segera aku keluar dari mobil untuk menutupi rasa malu. Aya menyusulku. Ternyata ia memakai celana pendek. Sengaja aku berjalan perlahan. Pikiranku berubah saat itu. Alkohol mempengaruhi nalarku. Kuperhatikan dengan seksama pinggulnya saat berjalan ke pintu rumah. Hah, aku terangsang! Sewaktu ia memutar handel pintu sengaja aku pura-pura melihat mobilku dan menabraknya. Ah harum sekali rambutnya. Aku semakin ereksi. "Maaf Aya.." sahutku pelan sambil memegang pundaknya.
"Eh? kamu baru minum?"
"Eehh," sahutku, aku tak tahu pasti itu jawaban atau erangan.
Aku duduk di sofa ruang tamu.
"Aya.. duduk sini juga ya?" kataku pelan tetap dengan muka memelas.
Ia mengangguk pelan, dan duduk di bawahku. Otakku berputar keras melawan alkohol bagaimana bisa menyentuhnya untuk memuaskan egoku saat itu. Sambil ngobrol kudekatkan jari kakiku ke betisnya. Kadang kugerakan perlahan sehingga menyentuh lutut dan pahanya. Ah, putih sekali, dengan tinggi 165 cm berat 50 kg Aya kelihatan sangat sexy. Hey, ia tidak menggeser posisi duduknya.

Segala macam obrolan kukeluarkan supaya ia teralihkan dan tidak sadar menjadi objek abuse kecil-kecilanku. Hmm, kemaluanku semakin mengeras. Kuubah posisiku menjadi berbaring sehingga kepalaku lebih dekat dengannya. Tapi yang lebih penting tanganku bisa bebas. Kupermainkan karpet. Kadang "secara tidak tersengaja" jariku menyentuh pahanya. Aya terkesiap. "Ben kubikinkan minum ya?" sambil berdiri ke arah dapur. Aku hanya mengangguk. Huh, aku tidak bisa berpikir sehat lagi. Kususul ia ke dapur. Tampaknya ia tak melihatku. Lalu aku berdiri di belakangnya. Kuhirup bau wangi rambutnya. Aya dengan kaget memutar kepalanya sehingga bibirku menyentuh hidungnya.

"Eh sori.." kataku, lalu kupegang pundaknya.
"Aya.. ada yang mau kubicarakan. Beri waktu satu menit bila kamu tidak suka kamu boleh jalan ke depan dan ngelupain, ok?" Ia mengangguk pelan.
Lalu perlahan aku seakan mau membisikkan sesuatu, kupegang kepalanya lalu kucium bibirnya pelan. Ia sedikit berontak tapi kueratkan tanganku di kepalanya. Setelah sekitar 5 detik mulai kukulum bibir bawahnya. Tak ada reaksi. What the hell! toh aku sedang memuaskan diriku sendiri. Tak lama bibirnya mulai terbuka. Bagus kini lidahku bisa 'bicara'. Kumasukan lidahku ke dalam bibirnya. Perlahan sekali kucari langit-langit mulutnya. Kusapukan lidahku di sana. Ia mulai mengerang. Aku merasa ia mulai mengeluarkan lidahnya (thanks.. the access is granted, sorakku dalam hati). Kuhisap pelan lidahnya lalu kulepas lalu kuhisap lagi, begitu selama 3-4 kali sambil kuturunkan tanganku ke pinggulnya ke pantatnya.

Aahh, kunikmati setiap gerakan yang kubuat. Sekali lagi aku hanya ingin memuaskan diriku sendiri. Kuusap pelan pantat Aya. Lalu ke arah paha di bawah pantat. Nafasnya mulai memburu. Aku merasa seperti ada selimut birahi membungkusku. Lalu kuselipkan tanganku ke dalam kaos longgarnya. Kuusap punggungnya beberapa kali, sambil terus mengulum lidahnya. Kucoba melepas tali branya. Aah berhasil. Tiba-tiba ia seperti tersadar. Gawat! Aku mesti lebih cepat bertindak sebelum akal sehatnya menguasai dirinya. Kutarik pelan tangannya ke arah ruang tamu. Kukecilkan lampu sampai redup lalu kududukan ia di sofa. Ia hanya memandangiku saat aku berlutut di depannya. Kubelai pipinya lalu kumulai lagi ritual seperti tadi. Kali ini tidak hanya punggung tapi perut dan sesekali kusentuh payudaranya. Bra yang menggantung ini sangat merepotkan. Tapi kalau aku memintanya melepas bra, resikonya ia akan sadar. Lalu sambil terus mengulum lidahnya kudorong perlahan Aya ke belakang. Dengan posisi tidur aku lebih mudah. Kualihkan lidahku ke arah belakang telinganya. Aya terpejam. Nafasnya masih memburu, lalu lehernya dengan tiba-tiba kubuka T-shirtnya. Langsung kujilat dadanya. "Oooh Ben.. eggh," desisnya.

Kuangkat branya. Kupandangi payudaranya yang putih dan padat dengan warna coklat terang di sekitar putingnya. Kukecup perlahan putingnya. Aya menggelinjang pelan. Lalu mulai kusapukan lidahku dari bawah payudaranya membuat lingkarang kecil yang semakin besar. "Aahh.. ohh," bisiknya perlahan. Kesentuh payudara kanannya dengan tanganku. Kubiarkan jemariku diam sebentar di sana. Kemudian mulai kuusap lembut. "Aaahh.. sshh.." lirihnya. Lalu mulai kujilat bergantian kedua payudara berukuran 34D-nya. Kulit tubuhya sangat lembut dan kontras sekali dengan redupnya lampu. Aku menjadi sangat bernafsu ketika melihat pinggulnya yang ramping. Lalu jilatanku mulai kugeser pelan ke arah perut. Aya menggelinjang sambil berdesis. "Ssshh.. sshh.." hmm aku bisa ejakulasi lebih cepat bila melihat wanita dalam keadaan high seperti ini. Sambil terus menjilati pusarnya aku mulai meraba pahanya. Tanganku mengelus perlahan mulai dari lututnya sampai setengah pahanya. Begitu pahanya secara naluri membuka, aku tak menyia-nyiakan untuk mengelus lebih dalam lagi sampai ke pangkal pahanya. "Aaahh.. shh aaw.." jeritnya ketika aku mulai menyentuh liang kemaluannya. Hmm, ternyata sudah basah. Half done. Lalu mulai bibirku kusapukan ke arah bawah pusarnya. "Aeerrhh aahh sshh," Aya mulai membuka lebar-lebar pahanya. Lalu aku merubah posisi. Lututnya mulai kujilat sambil tanganku meraba pangkal pahanya.

Gerakan lidahku semakin kupercepat sambil mengarah ke arah liang kemaluannya. Tapi celana dalam itu sangat mengganggu. Kucium liang kewanitaannya dari luar. Kugigit pelan gundukan kecil itu. Ah bagus tidak berbau. Lalu perlahan-lahan kuturunkan celana pendek dan celana dalamnya. T-shirtnya tetap kubiarkan. Sengaja aku tidak membuat Aya telanjang bulat sehingga ia masih merasa nyaman. Begitu aku melihat liang kewanitaannya, nafsuku naik berlipat-lipat. Langsung kuterkam kemaluan Aya sambil kucari-cari letak klitorisnya. Begitu dapat langsung kupermainkan dengan lidahku. "Aawwhh.. oohh.. ohh.. ohhss.. aawww.." eranganya terdengar seperti tangisan kecil bagiku. Aku seperti kesetanan sewaktu menjilati liang kemaluannya. Tanganku tetap menjaga kedua pahanya agar tidak menjepit kepalaku supaya aku tetap bisa mendengar erangannya. "Aaasshh.. aawww.. aawww.." lalu kuarahkan lidahku ke arah lubang liang kemaluannya. Kuayunkan kepalaku berkali-kali. Agh.. pusing. Alkohol sialan. Lalu kuhentikan dan aku berdiri sejenak. Kubiarkan Aya tersengal-sengal selama 2-5 detik sambil kuperhatikan wajahnya. Ia mulai membuka matanya, lalu kubuka bajuku dan kulepas kancing celanaku. Kucium bibirnya sambil kutuntun tangannya ke arah batang kemaluanku. Aya langsung meremas batang kemaluanku. Nafasnya masih tersengal-sengal.

Setelah kukulum bibirnya beberapa saat aku berdiri di atasnya. Kubuka celanaku. Kukeluarkan kejantananku. Aku ingin ia melihat diriku berkuasa atas dirinya, total! Lalu kugeserkan kemaluanku ke wajahnya. Ia memalingkan mukanya ke arah berlawanan. Ok, no problem. Lalu kugeserkan ke lehernya, ke payudaranya, terus turun ke perutnya, lalu ke pahanya, lalu ke liang kemaluannya. Kuputar-putarkan ke arah lubangnya. "Aaawww.. sshh.. shh.." nafasnya kembali memburu tetapi pahanya kembali membuka. Sengaja tak kumasukan agar aku bisa lebih lama menikmati saat-saat ini karena bagiku inilah saat sesungguhnya aku bisa mendapatkan penyerahan total bukan sewaktu bercinta atau orgasme. Tanganya mulai menggapai sandaran sofa di atasnya. "Aaawww.. sshh sshh" desisnya. Lalu aku mulai mengatur posisi diriku. Kedua pahanya kuangkat dengan setengah jongkok aku mulai melakukan penetrasi sedikit demi sedikit. Setiap centimeternya kulakukan dengan sangat perlahan. "Aaawww.. ashh.. shh.." Aya mulai mengernyitkan alisnya. Tangan kananku kupakai untuk menopang badanku dan tangan kiriku meraih pinggulnya. "Aawwss.. sshh.. Benni jaangaann.." bisiknya lirih. Hey.. sudah sangat terlambat sayang. Kubenamkan seluruh kejantanaku ke liang kemaluannya. Hmm.. hangat sekali. Apalagi aroma tubuhnya memancarkan bau yang merangsang. Mungkin ia memakai baby cologne.

Aku seperti mendapati ruang kosong dalam liang kemaluannya. Tetapi di pangkal batang kemaluanku, aku merasakan jepitan yang sangat keras. Lalu mulai kuayunkan pinggulku perlahan-lahan. "Aawww.. aass.. shhs.. shh.. shh.." setiap kumajukan pinggulku ia mendesis-desis. Lalu kutopang badanku dengan tanganku. Aku melihat gerakan payudaranya yang memutar seirama dengan gerakanku. Wajahnya memerah. Bibirnya membuka. Kedua tangannya menekan pantatku. Lalu semakin kupercepat gerakanku. "Aasshh.. sshh.. shh.." jeritnya. "Ayaa.. uuh.. uhh.. uhh.." erangku. Tiba-tiba aku merasa kalau aku hampir orgasme. Sekilas wajah Lia di bayanganku. Lalu bagaimana aku mencintainya, bagaimana aku terkhianati, aku menjadi liar, ku pegang pinggulnya dengan kedua tanganku. Lalu kupercepat gerakanku seperti kesetanan. "Aaass.. sshh.. sshh.." kubekap mulutnya dengan bibirku agar suaranya tidak terdengar. Lalu kurasakan tanganya semakin keras mencengkeram di pantatku. "Aayyaa.. sshh.. uuhh.." aku tak tahan lagi. Kukeluarkan semua spermaku di dalam liang kewanitaannya. "Aaarrhh.. arrhh.." kucengkeram pinggulnya sampai ia meringis kesakitan. Tampaknya ia tak perduli. Disilangkan kakinya ke pinggulku sampai aku tak bisa bergerak lagi. "Aasshh.. aahh.. Benn.. ehh.." tampaknya Aya telah orgasme. Tangannya terkulai di samping tubuhnya. Kakinya masih menjepit tetapi tidak sekeras tadi.

Setelah yakin semua spermaku telah keluar aku mulai melepas pelukannya. Langsung aku berdiri. Kukancingkan celanaku, kuambil bajuku. Aku melakukannya sangat cepat. Lalu aku pergi ke dapur untuk mencuci muka. Kulihat mukaku di cermin. Hmm, wajahku masih merah. Tapi aku sudah puas. Kemarahanku pun sangat reda. Kuambil sebatang rokok. Kunyalakan sambil kembali ke ruang tamu. Tampaknya Aya masih belum berbenah. Lalu kuraih celananya dan kuberikan padanya. Ia tertegun. Lalu cepat-cepat dikenakannya sambil menunduk. "Benn.." tegurnya. "Ssst.." jawabku sambil mencium pipinya. Kembali kuputar dimmer untuk menerangi ruang tamu. Kulihat foto pacarku bersama keluarganya. Tak ada perasaan dendam lagi. Tak ada perasaan bersalah.

"Aya.. aku pulang dulu ya?" kataku sambil berjalan ke arah pintu.

"Ben.." panggilnya lirih.
"Aya besok lusa aku telpon kamu oke?"
Ia tak menjawab. Aku pun tak bisa mengira-ngira apa yang sedang ia pikirkan, mungkin aku tak mau. Kustater mobilku dan melaju ke luar perumahan menuju jalan raya. Kunyalakan radioku. Entah siapa yang membawakan tapi lirik lagu itu menjadi inspirasiku.

"I'm in somebody's shadow In someone else's dream You'll never find me unless I want to be"
Kuhirup nafas dalam-dalam. Ada perasaan sedih merayap di hati.
»»  READMORE...

Cerita Ng3ntot : Pelampiasan

Sudah 10 hari cowokku (Adi) pulang ke daerah, hari jumat saat dia datang, aku malah ada acara kampus yang mengharuskan aku menginap di luar kota selama semalam. Kebetulan umat pagi itu adalah saat kedatangan tamu tak diundang, yaitu bulananku. Padahal aku mengharapkan tidak datang pada hari itu, supaya aktifitasku tidak terganggu dan hari sabtu saat aku pulang, aku dan Adi dapat ML sepuasnya, seperti yang telah kami rencanakan sebelumnya. Namun apa dikata, ternyata bulananku harus datang di saat yang tidak tepat.

Hari jumat telah berlalu dengan banyak kesibukan jadi membuatku sangat capek. Sabtu siang aku pulang ke kostku, sampai di sana kira-kira jam 4 sore. Aku beristirahat sebentar, lalu mandi dan keramas karena udara saat itu terlalu gerah.

Sewaktu aku mandi, Adi sudah datang dan mengetuk kamar mandiku. (Kebetulan anak-anak kost semuanya pulang ke rumah masing-masing dan tante kost tidak menginap di situ, pembantu pun cuma datang di pagi harinya, jadi ada saat kebebasan buat kami berdua). Sebelum Adi mengetuk, aku sudah tau suara berisik saat pintu depan dibuka dan ditutup kembali. Adi sengaja mematikan lampu kamar mandi dari luar, supaya aku mengetahui kedatangannya.

Aku teriak supaya Adi mengambilkan handuk dan baju mandi yang aku lupa bawa ke dalam sebelumnya. Dia mengambilkan semuanya itu, dan saat aku buka pintu kamar mandi, dia memaksakan diri untuk masuk, aku menolaknya karena saat itu keadaanku sedang kacau dan basah kuyup. Aku kuci kembali pintu kamar mandi, setelah selesai memakai handuk, aku mengenakan baju mandi dan keluar dari kamar mandi, masuk ke kamarku dan mengambil kunci lalu mengunci pintu depan. Pintu kamarku pun tak lupa aku kunci. saat itu Adi sudah di dalam kamar. Aku cium dia, dan Adi pun membalas ciumanku. Memang kita cuma berpisah selama 10 hari, tapi bagi kami itu adalah waktu yang lama, mengingat sebelumnya kami selalu bersama.

Adi membuka baju mandiku yang saat itu aku memang tidak memakai pakaian dalam apapun juga. Baju mandi aku taruh di atas spring bed untuk tatakan supaya darah tidak menetes di seprei berwarna biru laut yang sengaja aku pasang waktu hari kamis malam untuk kenyamanan Adi saat dia datang ke kamar kostku di hari Sabtu ini.

Aku pun tidak mau kalah, aku serbu dengan membuka kancing-kancing kemejanya satu per satu.
"Kamu udah nggak sabar ya, chay?", katanya.
"Iyah.. emang kenapa?", balasku.
Sesudah mandi tadi, aku sudah mencuci bagian ku yang paling sensitif dengan sabun khusus beraroma anggrek, supaya Adi semakin bergairah saat mencumbuiku dan mengerjaiku nanti. Aku lanjutkan dengan membuka resleting celana panjangnya, aku peloroti dan aku juga membuka celana dalamnya yang berwarna hitam. Terlihat sembulan Mr. happy di dalamnya, walaupun belum tegak bak tiang bendera atau senjata yang siap diluncurkan, tapi bentuknya yang seperti molen membuatku gemas sekali untuk memainkan dan mengulumnya.

Aku mematikan lampu di kamarku. Rambut basahku tetap kugerai. Tetesan airnya jatuh ke bahunya, tapi Adi tidak mempedulikannya, dia memainkan kedua buah dadaku, dan memilin-milin kedua putingku juga. Aku cium bibirnya dengan sangat liar, turun ke leher, demikian juga dengan dia. Kami menikmati dan mengerang keenakan. Adi mulai menciumi daerah dadaku. Dia menghisap putingku yang sebelah kanan, lalu dilanjutkan yang sebelah kiri. Aku tetap menciumi lehernya, bagian favoritnya, karena dia merasa horny saat aku cium lehernya yang masih ada aroma parfum wangi.

Adi tidak sabar, lalu mendorongku ke spring bed yang ukurannya 180x200, pas banget buat kami, tidak terlalu sempit, jadi kami masih bisa leluasa bercinta.
"Chay, kan bulananku lagi dateng..", kataku.
"Gak Papa chayank, sabun dan air kan banyak", balasnya.
"Apa kamu nggak jijik, kan banyak darah!", lanjutku.
"Enggak.. tenang aja!", jawabnya dengan sabar.

Kami tidak langsung melakukan ML, tapi Foreplay terlebih dahulu. Aku di posisi bawah, gaya missioner. Adi menciumi bibirku, melumatnya dengan liar. Begitu juga dengan aku. Telah dirasa sudah cukup, Adi membuka, membentangkan kedua pahaku dan aku pun melingkarkannya di pinggang dia. Dengan tangan kiri yang bertumpu pada spring bed dia memasukkan Mr. happy ke miss cheerful ku dengan tangan kanannya, tentu saja dengan pelan-pelan dan hati-hati. Dia beberapa kali harus mencari lubang yang pas, karena sempat meleset, tapi akhirnya berhasil juga.

"Akh.. chay!", desahku.
"Kenapa..? hmm..!", tanyanya.
"Aku horny banget", balasku.
"Bagus chay, ayo jangan ditahan.. Keluarin aja.", lanjut Adi.
"Iya, kamu juga ya sayang!", pintaku juga padanya.
"Lubang kamu sempit banget chay, begini ya kalo lagi haid?"
Adi semakin mendorong tititnya ke dalam memekku dengan keras.
"Ough.. iya sayang terus! Kamu nyaman kan posisi ini?", tanyaku.
"Iya.. nyaman banget", jawabnya.
"Jangan ditahan chayank! Teriak saja kalau perlu, disini tidak ada siapa-siapa selain kita berdua."

Aku dan Adi sudah puas dengan posisi seperti itu. Kami berdua melihat ada darah di selakangan Adi. Dia minta supaya aku melepas tititnya untuk sementara waktu dan memintaku untuk mencuci memekku. Kita berdua masuk ke kamar mandi dan membersihkannya bersama-sama. Aku kagum dengan Adi, karena dia tidak pernah jijik melihat dan menyentuh darah kotor dari diriku.

Permainan kami lanjutkan kembali tetapi tentu saja dengan posisi yang berbeda, woman on top alias aku di atas. Ini adalah posisi favoritku dimana aku bisa merasakan kepuasan dan hasrat bercintaku. Adi mulai memasukkan barangnya ke lubang surga ku. Aku mulai berteriak kecil dan mengeliat, tanda awal dari kenikmatanku.

"Ehmm.. chay, enak banget nich, nikmat banget!", kataku pada Adi.
"Iyah.. chayank.. teruskan, sampai kamu orgasme yach!", ajak Adi.
"Tapi bener kamu nggak jijik?", tanyaku sekali lagi.
"Iyah.. ayo chayank, sampai kamu puas. Goyang terus, ayo donk, lebih cepat."
"Iyah chayank.." jawabku.
Aku mulai merintih keenakan dan aku merasakan aliran dan sengatan kecil mengalir di tubuhku. Entah kenapa ML kali ini sungguh luar biasa. Cepat sekali sehingga aku hampir mencapai kenikmatan sempurna.
"Aku dah hampir sampai chay.." kataku sambil menikmati batang penisnya yang memenuhi dinding rahimku.
"Iyah, chay. Ayo teriak saja saat kamu dah orgasme. Jangan malu-malu."
"Aughh.. Aku dah sampai chay!", aku teriak bersamaan dengan sengatan luar biasa yang menghampiri tubuhku saat itu.

Adi meminta aku untuk melepas penisnya lagi, aku berusaha mengeluarkannya, kini giliran Adi yang merintih sakit saat aku melepas penis dari memekku. Kami berdua mencuci kembali alat kelamin kami masing-masing. Tak lama kemudian setelah bersih, kami mulai lagi bermain. Kali ini kami menggunakan gaya becinta doggie, alias nungging. Ini adalah posisi yang enak buat kami berdua. Aku mulai bertumpu pada kedua tangan dan kedua kaki ditekuk, bertumpu pada lutut, Adi berlutut di belakangku, memegang penis dan memasukkannya, aku agak merendahkan posisiku supaya Adi dapat dengan mudahnya memasukkan penisnya. Adi tidak tanggung-tanggung lagi memasukkannya, langsung terasa seperti ditusuk benda tumpul ke dalam liang vaginaku. Beberapa kali dia dorong penisnya, dia masuk keluarin, ini yang membuat paling nikmat bagi kami berdua.

Selang beberapa menit kemudian Adi berteriak, "Chay dah mau keluar nich!"
"Iyah chay..", jawabku.
Adi langsung mencabut tititnya dan mengeluarkan air maninya di telapak tangannya sambil berteriak. Banyak sekali cairan putih kentalnya itu, mungkin saking sudah lama tidak dia keluarkan. Setelah semua cairan sperma dikeluarkannya, Adi menuju kamar mandi dengan bugil untuk mebersihkan diri. Aku cuma di kamar aja sambil berberes. Setelah dia keluar dari kamar mandi, baru aku yang kesana untuk membersihkan vaginaku.

Sesudah berpakaian, kita berdua memutuskan untuk pergi ke mall, membeli makanan dan beberapa alat mandi. Mall tidka jauh dari kostku, jadi kami hanya berjalan. Jam menunjukkan pukul 6, langit masih terang. Hari sabtu memang ramai sekali di mall, apalagi supermarket. Kami membeli beberapa barang dan tidak lupa kami juga membeli suplemen pembangkit libido. Makan malam kami santap setelah dari supermarket, lalu kami pulang dan minum suplemen itu, menurut keterangan suplemen itu harus diminum 2X sehari, tetapi kami langsung meminum 2 pil sekaligus.

Tidak lama setelah kami meminumnya, kami mulai masuk kamar, menonton televisi, tapi tangan Adi dan tanganku mulai meraba masing-masing dari tubuh kami. Baju kami masing-masing, kami tanggalkan semua. Kali ini foreplay kami buat lebih lama, karena yang pertama tadi kami rasa kurang lama, disebabkan rasa ketidaksabaran kami yang terlalu kangen untuk melakukan hubungan ini.

Seperti biasa kami saling bercumbu, beciuman, bermesraan, akhirnya kami pun mulai bersiap-siap dengan posisi Adi di atas, berlanjut dengan posisi dia di bawah sampai kami berdua puas, walaupun sebenarnya aku masih kurang puas, mungkin karena tenagaku yang pertama tadi sudah kucurahkan semua. Tapi efek samping dari suplemen ini memang luar biasa bagi kami berdua, kami menjadi semangat kembali untuk bercinta semalaman di malam minggu itu.

Selama ini kami memang berhubungan tanpa menggunakan pengaman, Adi memakai kondom tapi hanya untuk sesekali saja, saat aku ingin merasakan rasa aroma buah dalam kondom itu saja. Aku pun juga tidak meminum obat anti hamil atau obat KB, atau semacamnya. Aku hanya percaya pada Adi saja, bahwa dia pun tidak menginginkan aku hamil sebelum kami nikah, karena kami berdua masih duduk di bangku kuliah. Kami pun juga tidak ingin mengecewakan kedua orang tua masing-masing. Perkiraan kami masih tiga tahun lagi untuk melangsungkan pernikahan, setelah kami lulus dan mencari kerja dulu.

*****

Begitulah pengalaman bercinta kami berdua. Selama 11 bulan kami telah bersama, suka duka kami jalani bersama, kami harap bisa langgeng sampai selamanya, setidaknya itu adalah komitmen dari kami berdua, dan tak lupa semoga yang di atas juga merestui hubungan kami berdua, walaupun kami telah berani melakukan hubungan intim selayaknya suami istri. Semoga para pembaca Rumah Seks ini juga memberikan restu pada kami berdua.
»»  READMORE...