Ads 728x90px


Ayam Ketawa Bikin Banjir Rupiah

Suhardjo bersama salah satu ayam Ketawa peliharaannya.
Sekilas tidak ada yang istimewa dengan ayam ini. Bentuk, warna, dan ukuran sama dengan ayam kampung pada umumnya. Namun, siapa sangka ayam ini bisa bersuara unik mirip orang tertawa.
Itulah sebabnya disebut ayam ketawa. Ayam ketawa merupakan ayam yang berasal dari daerah Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan, sekitar 184 kilometer dari Makassar.
Dari daerah asalnya, ayam ini dinamakan ayam manugaga. Manu artinya ayam dangaga artinya gagap atau ayam yang tergagap-gagap.
Selain bisa tertawa, ayam ini juga bisa mengeluarkan suara seperti lagu dangdut, slow rock, bahkan rock. Menurut kepercayaan masyarakat Bugis, ayam ini juga bisa membawa keberuntungan.
Maka tidak heran, bila harga jual ayam ketawa ini sangat mahal hingga puluhan juta rupiah. Saat ini banyak yang memburu ayam ketawa untuk dipelihara sendiri atau dijual lagi.
Pada beberapa kesempatan, ayam ini juga dilombakan. Salah satu pelaku usaha ayam ketawa adalah Suhardjo (54), warga Dusun Bayanan, Banjarnegoro, Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Usaha yang ditekuni merupakan usaha sampingan karena sehari-hari ia bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Kesbangpolinmas Kota Magelang. Bisa dibilang Suhardjo orang pertama di Kota Magelang yang memiliki usaha ini.
Suhardjo menceritakan, awal mula menekuni usaha ini secara tidak sengaja. Suatu sore ketika ia sedang beristirahat di halaman belakang sambil memandangi bekas kandang burung cucak rowo.
“Waktu itu saya berpikir, mau diapakan kandang yang sekarang sudah kosong ini. Tiba-tiba istri saya memanggil dan bilang di televisi sedang disiarkan soal ayam ketawa,” katanya. Ia pun segera menyimak acara di televisi.
“Saat itu juga insting bisnis saya langsung timbul. Wah, boleh juga nih,” pikirnya saat itu. Secara kebetulan, kantor tempatnya bekerja di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (sebelum dipindah ke Kesabangpolinmas) memberi tugas kepadanya untuk tugas mencari lahan transmigran di daerah Sulawesi.
Maka, ia pun berangkat menunaikan tugas di sana. Setelah tugas selesai, ia pun meneruskan perjalanan ke Sidrap untuk “berburu” ayam manugaga. Karena waktu itu hanya membawa uang Rp10 juta, ia hanya memdapatkan ayam manugaga 17 ekor bukan indukan.
Maka mulailah ia beternak ayam ketawa. Setelah beberapa lama, ia kembali berpikir, kapan ayam ini bisa bertelur karena masih kecil-kecil. Dua bulan sejak ia membeli, ia kemudian menjual seluruh ayam miliknya.
“Waktu itu, ayam sudah laku Rp 21,5 juta. Jadi dalam tempo dua bulan, saya untung Rp12,5 juta,” kata suami dari Dwi Sawitri ini.
Hasil penjualan itu kemudian dibelikan lagi ayam ketawa indukan. Saat ini, ia memilik 11 ayam ketawa betina dan 5 ayam ketawa jantan.
Dari jumlah ayam yang dimiliki saat ini, ia sudah mulai menuai hasil. Karena ayam sudah berkali-kali bertelur dan menetas.
Untuk ayam dengan umur 0 minggu (kuthuk), harganya mencapai Rp 300.000 per ayam. Pesanan terus berdatangan bahkan ia kewalahan melayani pembeli.
“Kalau ada yang mau beli harus inden dulu sampai dua bulan karena harus antre,” kata ayah dari dua putra dan kakek dari dua cucu ini. Suhardjo berprinsip, karena ini bisnis makhluk hidup, ia tidak mau menerima uang muka lebih dulu. Uang baru ia terima bila ayam benar-benar sudah menetas.
“Pernah saya terima uang muka dan sisanya diberikan kalau ayam sudah menetas. Ternyata, ayam itu tidak menetas, jadi saya kembalikan lagi uangnya,” kata pria kelahiran Yogyakarta ini.
Hampir setiap minggu, ayam ketawa yang dimilikinya bertelur dan menetas. Dalam kurun waktu itu, ia bisa memperoleh hasil minimal Rp 6,5 juta.

0 komentar:

Posting Komentar